Wednesday, July 8, 2009

RASULULLAH S.A.W. DAN PENGEMIS YAHUDI BUTA

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.

Ke esokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

sollu a'la nabi..

Tuesday, May 26, 2009

someone in this song

Berlalulah hari demi hari
Sayunya hatiku ini
Takku sangka kau di sisi
Baju kurung putih berseri…

( korus )
Ayu… (kaulah wanita)
Ayu… (kaulah satu bagi)
Semadikanlah selamanya…
Yang teristimewa
Keayuanmu…

Kaulah mawarku kaulah yang satu…
Memberikanku sebutir harapan keikhlasan
Tanpaku diriku tenggelam
Siang malam ku, hanyut di dalam khayalan
Tak mudah kumelupakanmu…

( ulang korus )

Dalam dirimu pnuh kelembutan
Semakin hari makin rinduku padamu
Tanpamu ku sayu
Terkenang kembali sewaktu pertemuan dulu…

Ayunya senyumanmu
Ayunya sentuhanmu
Semadikanlah selamnya…
Yang teristimewa…
Selama-lamanya…
Keayuanmu…
(wajahmu… senyumanmu yang teristimewa)
Keayuanmu…


Ayu - V.E

Tuesday, May 12, 2009

6 soalan

6 Soalan

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu
Imam Al Ghozali bertanya,
pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri
kita di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan
kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi
yang paling dekat dengan kita adalah "Mati". Sebab itu sudah janji
Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran 185)

Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang
kedua. "Apa yang paling

jauh dari diri kita di dunia ini?".

Murid -muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan
tang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban
yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah masa
lalu. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa
kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan
hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran
Agama.

Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang
ketiga. "Apa yang

paling besar di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua
jawaban itu benar kata ImamGhozali. Tapi yang paling besar dari yang
ada di dunia ini adalah"Nafsu" (Al A'Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan
keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?"
.

Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban sampean benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH"
(Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang,gunung, dan malaikat semua
tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi
permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka
karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang
kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".

Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu
benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah
meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-
gara meeting kita tinggalkan sholat.

Lantas pertanyaan
keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia
ini?".

Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam
Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "lidah manusia". Karena
melalui lidah, Manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai
perasaan saudaranya sendiri.


Wednesday, March 25, 2009

kisah pemalas & Abu Hanifah

Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandungi kata-kata, "Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah longlai. Oh, manakah hati yang belas ikhsan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik."

Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah berasa kasihan lalu beliau pun balik ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Sebaik sahaja dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi wang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Dalam pada itu, si malang berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas beliau tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, nyatalah bungkusan itu berisi wang dan secebis kertas yang bertulis, " Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan cubalah bermohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."

Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kelmarin,sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai untung nasibku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi wang dan secebis kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang sebaik sahaja mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.

Seperti dahulu juga, di dalam bungkusan itu tetap ada cebisan kertas lalu dibacanya, "Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak redha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Hendak senang mesti suka pada bekerja dan berusaha kerana kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas berjaya."

Sebaik sahaja dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sedar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha.
Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupai nasihat orang yang memberikan nasihat itu.
Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita tersadai di tepi jalan.